MEMBACA
ATAU LUMPUH MENULIS !
Jika meminjam
istilah penyair kawakan kita, H. Taufik
Ismail. Rabun membaca Guru Lumpuh menulis. Memang tak salah lagi, untuk
mengungkapkan sebuah kata atau kalimat kemudian ditulis menjadi kalimat yang
baik dan mudah dimengerti oleh pembacanya tidak begitu mudah yang ada malah
dibolak-balik kalimat itu seterusnya dan ketemu-temu itu lagi itu lagi sehingga
tidak jelas apa yang di tulisnya. Sebagai contoh sederhana saja, seorang pemuda
yang sedang dimabuk cintapun perlu hati-hati untuk mengungkapkan perasaan dalam
tulisannya jika ia lewat surat,facebook atau apalah jenisnya sehingga ia akan
berusaha sangat keras mencari berbagai referensi bagaimana caranya menulis
ungkapan hatinya supaya ada bumbu kata-kata manis atau kalimat romantis sehingga
sang pujaan hati bisa memujinya dan pada
akhirnya cintanya diterima. Intinya, pemuda itu membaca referensi tentang
bagaimana mengungkapkan perasaan hati melalui tulisannya dengan meminjam
istilah Bang Taufik, Tidak Lumpuh Menulis !.
Apalagi kita yang
menyandang seorang guru tidaklah tidak mungkin kalau tidak pandai menulis.
Banyak kegiatan guru semuanya memerlukan kepandaian menulis, dari pembuatan
perangkat pembelajaran misalnya pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran ,program
evaluasi pembelajaran,remedial, pengayaan
sampai dengan kegiatan profesional berlanjut seperti pembuatan
artikel,penelitian tindakan kelas,buku,jurnal dan sebagainya. Terus apakah kita
ingin selalu copy/paste untuk
melakukan kegiatan semua itu . Ah.,rasanya sangat memalukan sekali sementara dengan peserta didik kita gemborkan
slogan-slogan kejujuran, jangan mencontek, jangan mengambil barang orang lain
yang bukan haknya, hampir-hampir setiap hari selalu dikumandangkan dan
diperdengarkan kadangkala sampai tidak
puasnya di tempel juga pada tiap-tiap dinding kelas sehingga rasa-rasanya slogan-slogan itu
harus betul-betul melekat pada karakter
peserta didik itu tapi semuanya malah
berbanding terbalik dengan prilaku pendidiknya. Coba berapa banyak tapi tidak
semuanya loh sering kita lihat pembuatan
RPP,Silabus pada persiapan guru mengajar semuanya bukan hasil kerja sendiri.
Semuanya copy/paste. Apakah itu bentuk dari sebuah kejujuran, pantaslah jika
peserta didikpun mengikutinya . Kalau kita tanya kenapa itu mereka menjawab, mereka hampir semua menjawab
susah menulisnya,ngga ada waktu ,bagaimana meredaksinya. Nah inilah barangkali
yang dinamakan lumpuh menulis kata Bang H.Taufik Ismail. Apakah terus
dipertahankan budaya ini ?. Dan yang pasti lambat laun budaya ini bergeser sedikit demi sedikit bersamaan
dengan pendidik yang mengikuti pola itu. Maukah berubah?.
Tuntutan
profesional seorang guru seperti tercantum pada standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru diantaranya : 1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu, 2.Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang
pengembangan yang diampu. 3.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 4. Mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 5. Memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Cobalah
perhatikan dengan baik-baik point manakah yang sudah bapak/ibu guru kuasai pada
standar tersebut,satu,dua atau semuanya . Syukurlah kalau semuanya berarti pemerintah tidak salah sasaran
memberikan tunjangan sertifikasi . Jika kita cermati kelima point tersebut
semuanya menuntut kepandaian menulis. Tentunya jika kita memang tidak mau di
sebut dengan lumpuh menulis mau tidak mau yah kita harus banyak membaca dengan
demikian kemampuan menulis akan mengiringi dengan sendirinya tentunya bacaan sesuai
dengan profesi kita,boleh juga bacaan yang membangkitkan motivasi,minat,etos
kerja atau apalah yang penting dapat memberikan khazanah keilmuan kita dan
lebih penting lagi banyak informasi yang diserap. Negara paman sam (USA), dan sebelas negara lainnya,
berdasarkan hasil pemotretan sesaat (snapshot) oleh Taufik Ismail, ternyata
membaca dan menulis telah menjadi santapan harian mereka. Aktifitas membaca
buku secara intensif ditanamkan sejak SMA. Budaya yang telah menjadi kewajiban
ketika SMA tersebut berlaku untuk bacaan karya sastra, buku ilmu social dan
sains. Membaca karya sastra dimaksudkan untuk mematangkan Emosional Quotient
(EQ). Membaca buku ilmu social dimaksudkan untuk kematangan Intelektual
Quotient (IQ) dan Spiritual Quotient (SQ), Dan membaca buku sains dimaksudkan
untuk kematangan Intelektual Quotient (IQ). Kewajiban membaca tersebut tidak
hanya sebatas membaca saja, melainkan dilanjutkan dengan mengulasnya/
menganalisisnya melalui tulisan-tulisan para siswa lalu mempresentasikannya di
depan siswa lainnya. Nah masa kita sebagai guru kalah dengan mereka. Yup,
melalui media ini mari kita budayakan membaca, ciptakan minat baca ditiap-tiap
kelas. Mulailah dari diri kita sendiri berilah waktu luang untuk sekedar
membaca. Tuntutan jaman dan perkembangan teknologi didapat dari membaca. Tak
salah jendela duniapun dapat diketahui dengan membaca.
Dan
pada akhirnya dengan membaca kita tidak lagi lumpuh menulis lagi bahkan kita
akan menjadi kaya akan pengetahuan,informasi,perubahan sikap,mental , ribuan kosakata
tak diragukan lagi, jutaan akan kata terlontar begitu saja tanpa kita perlu lagi
merenung berjam-jam,berhari-hari atau sampai parahnya tulisan yang diungkapkan
tidak jadi-jadi karena terlalu banyak
merenung berhari-hari dan lebih beruntung
lagi ketika kita dengan mudah mengembangkan kemampuan profesi kita menjadi profesional berkelanjutan diantaranya adalah kemampuan melakukan
tindakan reflektif yaitu membuat penelitian tindakan kelas dan ujung-ujungnya
pasti yang dituntut adalah kemampuan menulis . Apalagi bagi guru yang sudah
bersertifikasi mereka punya kewajiban untuk menjaga dan meningkatkan
professionalisme berkelanjutan. Professional berkelanjutan yang sering kita
dengar dalam bahasa asingnya Continous
Professional Development (CPD) yaitu adalah suatu upaya peningkatan dalam
profesi mengajar dengan mencakup peningkatan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan guru untuk memenuhi standar profesional yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, CPD merupakan proses dimana setiap individu memiliki
kesadaran diri untuk selalu dapat menjaga, memelihara serta meningkatkan kompetensinya
terhadap standar pendidikan yang berlaku melaui profesinya. CPD lebih
berorientasi pada komitment setiap individu guru itu sendiri.Thus, mari kita
patrikan dalam diri kita bahwa Rabun Membaca Membuat Guru Lumpuh Menulis jangan
sia-siakan waktu sedikitpun untuk memulai berbuat. Seperti Pak Ukim bilang “
Siapa ingin menyentuh dunia perbanyak membaca,siapa ingin dunia mengetahui
dirinya perbanyaklah menulis “. Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan
inspirasi bagi rekan guru semua pada umumnya dengan tidak bermaksud
menggurui.Ok! mulailah MEMBACA!
0 comments:
Post a Comment