Edisi
Perkenalan, My Family!
#1
Perkenalkan namaku, Bimo. Semua
teman-temanku lebih senang memangilku Ogi. Lah, jauh banget antara Ogi dan Bimo
nggak nyambung banget kan. Ah,,,sudahlah enggak usah dipikirin. Apa artinya
sebuah nama, What is name, kata Shakesphare
pujangga dari barat sana. Namun kalo
dipikir-pikir ada sejarahnya juga kenapa diriku ini dipanggil Ogi; ada yang
bilang karena diriku yang super cuek banget, saking cueknya kaos kaki tetap bersandar abadi
dengan sepatu dan menyelimuti kakiku. Kata Sohibku,,, Helooo!”. Tuh, kaos kaki
ngga berontak and demo gitu. “Jijay
tau! “. Nggak dicuci-cuci. Terus dari sini di mana nyambung nama Oginya. Nggak
jelas juga. Tapi sudahlah, yang penting teman-temanku tetap enjoy dan happy kok. Malah, seringkali kalo diriku sejam aja ngga
muncul-muncul di dunia sosialita. Hadeuhhh, banyak banget yang nanyain. Si Ogi
kemana yah, tumben ngga komen, aku kangen banget nih sama mukanya yang lucu, habis
percis ondel-ondel gitu atau ada juga yang bilang mana tuh si biang
jahil kangen aku sama celotehan yang bikin miris semua orang. Kenapa kangennya banyakan
engga enaknya sama diriku, Yah ?”. Salahku opo.
Aku dibesarkan dari keluargaku yang cukup norak. Biar begitu aku mengaguminya.
Ibuku adalah penjual bakwan pinggiran sekolah depan rumahku. Namanya Ibu Sari. Lumayan
enak loh, bakwan bikinan Ibuku. Pernah, suatu ketika pejabat setingkat RT
banyak yang order bakwan bikinan Ibuku, sampai-sampai Ibuku, menggangkat
karyawan kontrak untuk membantu Ibu yang kewalahan memproduksi bakwannya.
Bangga juga aku punya Ibu sebagai entrepreuner
sejati. Usaha itu digeluti semenjak Ibu masih gadis. Sekarang usia Ibuku sudah
55 tahun. Kemudian Ayahku. Ayahku pensiunan Satpam suatu Bank yang ngga
terkemuka-muka banget. Tetanggaku memanggilnya Om Jayen. Hanya bermodalkan
pensiunan tentara dan modal wajah setengah artis Holywood ayahku diterima
bank tersebut. Kerja di Bank kata ayahku gampang banget. Cuma berdiri terus
buka pintu customer, sambil ngucapin,
“Selamat datang di Bank kami!”. Ada yang perlu saya bantu. Begitu seterusnya
sampai menjelang pensiun. Kadangkala kasihan juga sama Ayahku ini. Kalau tidur
malam sering-sering ngigau gitu sambil ngucapin, “Selamat datang di Bank
kami!”. Ada yang perlu saya bantu. Tuh, kalau ngga ada yang bangunin terus saja
begitu sampai subuh. Ayah, Ayah. Sampai sekarang aku sayang beliau. Perkenalan
keluargaku berikutnya adalah adikku. Rinjani itulah nama adikku yang bungsu
usianya terpaut jauh sekali dengan aku hingga 20 tahun. Lucu, gemesin
kadangkala ngeselin. Gimana ngga ngeselin, coba aja tiap diriku pulang kuliah
ada aja yang diminta. Mending kalau mintanya logis kadangkala ngga masuk akal. Coba
deh, simak permintaannya. Yang pertama tuh, seringkali minta dicariin kembang
tujuh rupalah, minta dibuatin jelangkunglah, malah tempo hari suruh cari ayam
cemani. Dan seterusnya ngga kehitung
deh, permintaan-permintaan anehnya. Dalam hatiku ini. Nih, anak jangan-jangan gedenya jadi dukun. Kata
Ibu, menurut cerita dari sumber yang tidak dipercaya nama Rinjani diberikan
ketika aku tersesat bersama Tim Pecinta Alam SMA-ku di Gunung Rinjani. Hampir
sepekan tak ada kabar dan dinyatakan hilang oleh media bahwa tim kami
kehilangan jejak. Ibu dan Ayahku antara percaya dan tidak. “Tumben tuh anak
bisa hilang, biasanya dia yang ngilangin jejak kalau dipanggil sama Ayahnya
untuk bantuin bersihin pekarangan.” Kata Ayahku, lirihnya dengan beberapa
wartawan kampung yang datang mewancarai ketika insiden itu terjadi.
Alhamdulillah, Tuhan punya rencana lain
dan sayang denganku juga teman-teman tim
pecinta alam SMA-ku. Akhirnya kami ditemukan pada posisi jangkauan di luar
navigasi darat dengan kondisi antara hidup dan mati terjebak diantara dua bukit
dan masuk ke dalam jurang yang tidak mungkin dilewati orang. Ada sekitar empat
orang tim SAR membantu mengevakuasi kami. Jika sehari saja menginap lagi ada
kemungkinan kami tidak bisa bertemu lagi mentari pagi. Nah, dari riwayat inilah
kata Ibuku. Lahirlah adikku. Itulah asal muasal kenapa adikku bernama Rinjani. Terus
bagaimana dengan namaku. Pernah suatu saat aku bertanya dan sedikit menyelidik,
kenapa namaku bernama Bimo. Dengan enteng dan tanpa dosa Ibu menjawab, “Dulu
Ibu kepengen banget punya kendaraan Bemo, cuma ngga kesampaian malah bapakmu
beli Avanza.” Yah, akhirnya pas kamu lahir dengan izin bapakmu kamu diberi nama
Bimo. Lah????.
0 comments:
Post a Comment