SELAMAT DATANG !

Selamat datang !, kami menghargai anda untuk berbagi ilmu,pengetahuan dan saran-saran yang membangun . Kirim via email : Wyudiani@yahoo.com atau yudiedu99@gmail.com Bravo semuanya.

Translate

Tuesday 27 November 2012

MEMBACA ATAU LUMPUH MENULIS !



MEMBACA ATAU LUMPUH MENULIS !
 Jika meminjam istilah penyair kawakan kita,  H. Taufik Ismail. Rabun membaca Guru Lumpuh menulis. Memang tak salah lagi, untuk mengungkapkan sebuah kata atau kalimat kemudian ditulis menjadi kalimat yang baik dan mudah dimengerti oleh pembacanya tidak begitu mudah yang ada malah dibolak-balik kalimat itu seterusnya dan ketemu-temu itu lagi itu lagi sehingga tidak jelas apa yang di tulisnya. Sebagai contoh sederhana saja, seorang pemuda yang sedang dimabuk cintapun perlu hati-hati untuk mengungkapkan perasaan dalam tulisannya jika ia lewat surat,facebook atau apalah jenisnya sehingga ia akan berusaha sangat keras mencari berbagai referensi bagaimana caranya menulis ungkapan hatinya supaya ada bumbu kata-kata manis atau kalimat romantis sehingga sang pujaan hati bisa memujinya dan  pada akhirnya cintanya diterima. Intinya, pemuda itu membaca referensi tentang bagaimana mengungkapkan perasaan hati melalui tulisannya dengan meminjam istilah Bang Taufik, Tidak Lumpuh Menulis !.
Apalagi kita yang menyandang seorang guru tidaklah tidak mungkin kalau tidak pandai menulis. Banyak kegiatan guru semuanya memerlukan kepandaian menulis, dari pembuatan perangkat pembelajaran misalnya pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran ,program evaluasi pembelajaran,remedial, pengayaan  sampai dengan kegiatan profesional berlanjut seperti pembuatan artikel,penelitian tindakan kelas,buku,jurnal dan sebagainya. Terus apakah kita ingin selalu copy/paste untuk melakukan kegiatan semua itu . Ah.,rasanya sangat memalukan sekali  sementara dengan peserta didik kita gemborkan slogan-slogan kejujuran, jangan mencontek, jangan mengambil barang orang lain yang bukan haknya, hampir-hampir setiap hari selalu dikumandangkan dan diperdengarkan  kadangkala sampai tidak puasnya di tempel juga pada tiap-tiap dinding kelas  sehingga rasa-rasanya slogan-slogan itu harus  betul-betul melekat pada karakter peserta didik itu  tapi semuanya malah berbanding terbalik dengan prilaku pendidiknya. Coba berapa banyak tapi tidak semuanya loh  sering kita lihat pembuatan RPP,Silabus pada persiapan guru mengajar semuanya bukan hasil kerja sendiri. Semuanya copy/paste. Apakah itu bentuk dari sebuah kejujuran, pantaslah jika peserta didikpun mengikutinya . Kalau kita tanya kenapa itu  mereka menjawab, mereka hampir semua menjawab susah menulisnya,ngga ada waktu ,bagaimana meredaksinya. Nah inilah barangkali yang dinamakan lumpuh menulis kata Bang H.Taufik Ismail. Apakah terus dipertahankan budaya ini ?. Dan yang pasti lambat laun budaya ini  bergeser sedikit demi sedikit bersamaan dengan pendidik yang mengikuti pola itu. Maukah berubah?.
Tuntutan profesional seorang guru seperti tercantum pada standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru diantaranya : 1. Menguasai materi, struktur,  konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu, 2.Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. 3.Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri. Cobalah perhatikan dengan baik-baik point manakah yang sudah bapak/ibu guru kuasai pada standar tersebut,satu,dua atau semuanya . Syukurlah kalau semuanya  berarti pemerintah tidak salah sasaran memberikan tunjangan sertifikasi . Jika kita cermati kelima point tersebut semuanya menuntut kepandaian menulis. Tentunya jika kita memang tidak mau di sebut dengan lumpuh menulis mau tidak mau yah kita harus banyak membaca dengan demikian kemampuan menulis akan mengiringi dengan sendirinya tentunya bacaan sesuai dengan profesi kita,boleh juga bacaan yang membangkitkan motivasi,minat,etos kerja atau apalah yang penting dapat memberikan khazanah keilmuan kita dan lebih penting lagi banyak informasi yang diserap. Negara paman sam (USA), dan sebelas negara lainnya, berdasarkan hasil pemotretan sesaat (snapshot) oleh Taufik Ismail, ternyata membaca dan menulis telah menjadi santapan harian mereka. Aktifitas membaca buku secara intensif ditanamkan sejak SMA. Budaya yang telah menjadi kewajiban ketika SMA tersebut berlaku untuk bacaan karya sastra, buku ilmu social dan sains. Membaca karya sastra dimaksudkan untuk mematangkan Emosional Quotient (EQ). Membaca buku ilmu social dimaksudkan untuk kematangan Intelektual Quotient (IQ) dan Spiritual Quotient (SQ), Dan membaca buku sains dimaksudkan untuk kematangan Intelektual Quotient (IQ). Kewajiban membaca tersebut tidak hanya sebatas membaca saja, melainkan dilanjutkan dengan mengulasnya/ menganalisisnya melalui tulisan-tulisan para siswa lalu mempresentasikannya di depan siswa lainnya. Nah masa kita sebagai guru kalah dengan mereka. Yup, melalui media ini mari kita budayakan membaca, ciptakan minat baca ditiap-tiap kelas. Mulailah dari diri kita sendiri berilah waktu luang untuk sekedar membaca. Tuntutan jaman dan perkembangan teknologi didapat dari membaca. Tak salah jendela duniapun dapat diketahui dengan membaca.
Dan pada akhirnya dengan membaca kita tidak lagi lumpuh menulis lagi bahkan kita akan menjadi kaya akan pengetahuan,informasi,perubahan sikap,mental , ribuan kosakata tak diragukan lagi, jutaan akan kata  terlontar begitu saja tanpa kita perlu lagi merenung berjam-jam,berhari-hari atau sampai parahnya tulisan yang diungkapkan tidak  jadi-jadi karena terlalu banyak merenung berhari-hari  dan lebih beruntung lagi ketika kita dengan mudah mengembangkan kemampuan profesi  kita menjadi profesional berkelanjutan  diantaranya adalah kemampuan melakukan tindakan reflektif yaitu membuat penelitian tindakan kelas dan ujung-ujungnya pasti yang dituntut adalah kemampuan menulis . Apalagi bagi guru yang sudah bersertifikasi mereka punya kewajiban untuk menjaga dan meningkatkan professionalisme berkelanjutan. Professional berkelanjutan yang sering kita dengar dalam bahasa asingnya Continous Professional Development (CPD) yaitu adalah suatu upaya peningkatan dalam profesi mengajar dengan mencakup peningkatan pengeta­huan, kemampuan dan keterampilan guru untuk memenuhi standar profesional yang telah ditentukan. Dengan kata lain, CPD merupakan proses dimana setiap individu memiliki kesadaran diri untuk selalu dapat menjaga, memelihara serta meningkatkan kom­petensinya terhadap standar pendidikan yang berlaku melaui profesinya. CPD lebih berorientasi pada komit­ment setiap individu guru itu sendiri.Thus, mari kita patrikan dalam diri kita bahwa Rabun Membaca Membuat Guru Lumpuh Menulis jangan sia-siakan waktu sedikitpun untuk memulai berbuat. Seperti Pak Ukim bilang “ Siapa ingin menyentuh dunia perbanyak membaca,siapa ingin dunia mengetahui dirinya perbanyaklah menulis “. Mudah-mudahan artikel ini dapat memberikan inspirasi bagi rekan guru semua pada umumnya dengan tidak bermaksud menggurui.Ok! mulailah MEMBACA!

0 comments:

Post a Comment